Sejarah Kurikulum Pendidikan Nasional di Indonesia
16 March 2013 — Muhammad Karwapi
Dalam postingan kali ini, mari kita coba
telaah sejarah kurikulum pendidikan nasional di Indonesia dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945. Tak dapat dipungkiri bahwa sejarah
kurikulum di Indonesia kerap berubah
setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan
Indonesia hingga saat ini belum memenuhi strandar mutu yang jelas dan
mantap. Benarkah demikian?
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19
tahun 2005)
Kurikulum di Indonesia telah mengalami
perubahan, yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004
dan 2006. Perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan konsekuensi
terjadinya perubahan kurikulum.
Semua dikarenakan kurikulum sebagai
perangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Setiap kurikulum
pendidikan di Indonesia dirancang berdasarkan amanat yang terkandung
dalam pancasila dan UUD 1945, bedanya hanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan nasional serta realisasinya.
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum yang pertama lahir memakai istilah leer plan dalam istilah Belanda yang artinya rencana pelajaran lebih populer ketimbang istilah curriculum
(bahasa Inggris). Rencana pelajaran 1947 mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatian kesenian dan pendidikan jasmani.
Bentuknya memuat dua pokok : daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
dan garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1952
Sering juga disebut
Rencana Pelajaran Terurai karena dalam kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang
guru mengajar satu mata pelajaran.
Di penghujung era Presiden Soekarno,
muncul Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasi menjadi lima kelompok bidang studi : moral.
Kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur
kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini
merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat,
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 bersifat politis :
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk orde
lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Lebih menekankan pada pendekatan organisasi materi
pelajaran : kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Jumlah pelajaran 9.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien.
Dilatarbelakangi oleh pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(manajemen by objektive) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada
zaman itu dikenal istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran
setian satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi : Tujuan
Instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru
dibikin sibuk menulis rincian apa yang alan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1994 mengusung proces skill approach
(pendekatan proses) tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
sering juga disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar, dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini lebih
populer dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) atau SAL (Student
Active Learning).
Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulm
1984 adala Prof. Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas
periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan hasil bagus setelah dicobakan
di sekolah-sekolah, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterakpan
secara nasional.
Sayangnya banyak sekolah yang kurang
mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat suasana kelas gaduh lantaran siswa
berdiskusi, disama-sini banyak tempelan gambar, dan yang menyolok guru
tak lagi mengajar model ceramah. Penolakan CBSA pun bermunculan.
Kurikulum 1994 Suplemen 1999
Kurikulum 1994 bergulir
lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Jiwanya ingin
mengkombinasi antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antar
pendekatan proses. Sayangnya, perpaduan tujuan dan proses berlum
berhasil
Beban belajar siswa dinilai terlalu berat
dari muatan nasinal hingga muatan lokal. Muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kurikulum 1994 menjadi kurikulum
super padat. Lengsernya Soeharto 1998, diikuti pula kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999 yang perubahannya lebih pada menambal materi.
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih
keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata
pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa.
Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa
Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan
ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada
siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian
yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa.
Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan
guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan
pembuat kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)
Awal tahun 2006
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dimunculkan meski tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran
oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
kurikulum 2004.
Perbedaan dengan KBK, dalam KTSP guru
lebih diberi kebabasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi siswa berada. Hal ini
disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar(SKKD) setiap mata pelajaran untk
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Depdiknas. Jadi pengembangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus, sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan.
Dikutip dari Majalah Dunia Pendidikan terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel
Hanya untuk berbagi : MUHAMMAD KARWAPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar